Minggu, 19 Oktober 2008

SUNNAH SHAUM ‘ASYURA


Shaum ‘Asyura adalah shaum sunnah pada tanggal sepuluh bulan Muharram. Dari hadits-hadits di bawah ini:

  1. Ibn Abbas r.a. berkata:

“Ketika Nabi saw. datang ke Madinah, melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya, Ada apa ini ? Mereka menjawab, Ini hari baik, pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Nabi Musa a.s. berpuasa. Nabi saw. bersabda, kami lebih berhak mengikuti Musa a.s. dari pada kalian. Maka pada hari itu beliau berpuasa dan menyuruh kaum muslimin ikut berpuasa. (HR Bukhari, Muslim)

  1. Aisyah r.a. berkata:

“Hari ‘Asyura adalah hari puasa orang-orang Quraisy di masa Jahiliah. Rasulullah saw juga biasa berpuasa, dan ketika datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang orang untuk turut berpuasa. Ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, ‘Siapa ingin berpuasa maka puasalah dan yang tidak maka boleh berbuka”. (Mutafaqa ‘Alaih)

  1. Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz r.a. berkata:

Nabi saw mengutus orang pada hari Asyura ke daerah Anshar untuk memberitahukan bahwa, ‘Siapa yang paginya tidak puasa maka hendaknya berpuasa sisa harinya itu dan siapa yang paginya puasa maka tetap puasa. Rubayyi’ berkata, ‘Maka kami selalu puasa setelah mendapat anjuran itu dan melatih anak-anak kami berpuasa, kami hibur mereka dengan mainan dari kapuk dan bila menangis minta makan maka kami hibur dengan mainan itu hingga waktu buka. (HR Bukhari, Muslim)

Dapat dikatakan bahwa pada awalnya Nabi saw .mewajibkan kaum muslimin berpuasa pada hari ‘Asyura, tapi ketika puasa Ramadhan diwajibkan, maka puasa hari ‘Asyura dimansukh (dihapus) ke fardhuannya, dan berubah menjadi puasa sunnah.

  1. Abu Hurairah r.a. berkata:

“Seorang bertanya kepada Nabi saw., ‘Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu ?’. Nabi saw bersabda, ‘Shalat di tengah malam’. Kemudian dia bertanya lagi, ‘Puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan ?’ Beliau bersabda, ‘Puasa pada bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)

  1. Ibn Abbas r.a. berkata:

“Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan (para sahabat) untuk berpuasa. Mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya itu merupakan hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika datang tahun depan, insya Allah, kita berpuasa pada hari kesembilan’. Ibn Abbas berkata, ‘Belum lagi datang tahun depan, Rasulullah saw. pun wafat”. (HR Muslim dan Abu Daud)

Shaum ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram adalah shaum yang utama dalam pandangan Rasulullah saw.

Untuk membedakan dengan kebiasaan orang Jahiliah, Yahudi, dan Nasrani, Rasulullah saw. menganjurkan agar melakukan shaum sehari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.

Rasulullah saw. tidak berkesempatan untuk melaksanakan shaum tanggal 9 Muharram, tetapi rencana beliau untuk melaksanakan membuktikan sunnahnya shaum tanggal 9 Muharram ini. Para ulama menyebutnya sunnah hamiyah Rasulullah (sunnah rencana dan cita cita Rasulullah).

Para ulama menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura ada tiga: Pertama, berpuasa selama tiga hari, yaitu hari kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas. Kedua, berpuasa hari kesembilan dan kesepuluh. Ketiga, berpuasa pada hari kesepuluh. (Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 2, bab Puasa Sunnah).


SUNNAH SHAUM ‘ASYURA

Shaum ‘Asyura pada tanggal 10 bulan Muharram adalah shaum sunnah, berdasarkan pada hadits di bawah ini:

Ibn Abbas r.a. berkata:

“Ketika Nabi saw. datang ke Madinah, melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, beliau bertanya, Ada apa ini ? Mereka menjawab, ‘Ini hari baik, pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, karena itu Nabi Musa a.s. berpuasa’. Nabi saw. bersabda, ‘Kami lebih berhak mengikuti Musa a.s. dari pada kalian’. Maka pada hari itu beliau berpuasa dan menyuruh kaum muslimin ikut berpuasa”. (HR Bukhari, Muslim)

Aisyah r.a. berkata:

“Hari ‘Asyura adalah hari puasa orang-orang Quraisy di masa Jahiliah. Rasulullah saw juga biasa berpuasa, dan ketika datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Ketika difardhukan puasa Ramadhan, beliau bersabda, ‘Siapa ingin berpuasa maka puasalah dan yang tidak maka boleh berbuka”. (Mutafaqa ‘Alaih)

Dapat dikatakan bahwa pada awalnya Nabi saw. mewajibkan kaum muslimin berpuasa pada hari ‘Asyura, tapi ketika puasa Ramadhan diwajibkan, maka puasa hari ‘Asyura dimansukh (dihapus) ke fardhuannya, dan berubah menjadi puasa sunnah.

Berdasarkan hadits berikut:

Abu Hurairah r.a. berkata:

“Seorang bertanya kepada Nabi saw., ‘Shalat manakah yang lebih utama setelah shalat fardhu ?’. Nabi saw bersabda, ‘Shalat di tengah malam’. Dia bertanya lagi, ‘Puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan ?’ Beliau bersabda, ‘Puasa pada bulan Allah, yaitu bulan Muharram”. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)

Ibn Abbas r.a. berkata:

“Ketika Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan (para sahabat) untuk berpuasa. Mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya itu merupakan hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Rasulullah saw. bersabda, ‘Jika datang tahun depan, insya Allah, kita berpuasa pada hari kesembilan’. Ibn Abbas berkata, ‘Belum lagi datang tahun depan, Rasulullah saw. pun wafat”. (HR Muslim dan Abu Daud)

Shaum ‘Asyura pada tanggal 10 Muharram adalah shaum yang utama dalam pandangan Rasulullah saw.

Untuk membedakan dengan kebiasaan orang Jahiliah, Yahudi, dan Nasrani, Rasulullah saw. menganjurkan agar melakukan shaum sehari sebelumnya, yaitu tanggal sembilan Muharram.

Rasulullah saw. tidak berkesempatan untuk melaksanakan shaum tanggal 9 Muharram, tetapi rencana beliau untuk melaksanakan membuktikan sunnahnya shaum tanggal 9 Muharram ini. Para ulama menyebutnya sunnah hamiyah Rasulullah (sunnah rencana dan cita cita Rasulullah).

Disaat berbagai kesulitan dan duka menyelimuti bangsa ini. Banjir, longsor, angin puting beliung, kenaikan harga, kelangkaan minyak. Dengan tawadu, merendahkan diri kehadirat Illahi, memohon bimbingan-Nya untuk kebaikan perbuatan dan pekerti kita. Mengawali tahun baru hijriah ini dengan mengoptimalkan amal kebaikan kepada sanak keluarga, tetangga, handai tolan dan kepada siapapun yang kita temui selama itu bermanfaat baginya.

Dan setelah yang fardhu kita tunaikan, tentunya juga dengan penuh ketundukkan dan kepatuhan, kita yang fakir ini akan semakin mendekatkan diri kepada yang Maha Kaya dan Maha Terpuji dengan amalan-amalan sunnah yang sesuai petunjuk Rasulullah saw.

Para ulama menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura dapat dilakukan selama tiga hari, yaitu hari-hari kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas, atau selama dua hari, yaitu hari kesembilan dan kesepuluh, atau hanya satu hari yaitu hari kesepuluh. Wallahu ‘alam.